Arsip Blog - Membuka dengan Hati

Rabu, 13 Februari 2008

TOPENG-TOPENG

Kemarin aku berjalan-jalan. Bertemu orang-orang dengan wajah aneh. Rautnya tak berdarah. Beku. Ada sebuah toko dimana orang-orang banyak mengantri. Kebanyakan usia tengah baya. Laki-laki dan perempuan sama saja. Ada yang berdasi, ada yang tidak. Ternyata raut-raut tak berdarah itu adalah raut orang-orang yang keluar dari toko. Aku penasaran. Aku pun mengantri.
“Kalian mengantri apa?” tanyaku pada orang didepanku.
“Topeng “, jawabnya.
Tiga jam, lalu kudapati diriku sudah di depan pramuniaga. “Topeng?”, tanyanya. Aku mengangguk. Sekedar iseng saja. “Mau yang apa?”
“Yang paling laris yang mana?”
“Yang paling laris yang lidahnya menjulur menjilat. Tapi itu sudah habis sejak 3 jam yang lalu. Mungkin baru besok datang lagi. Katanya topeng jenis itu khasiatnya bagus sekali. Cocok buat yang pengin cari muka di depan pimpinan.”
Aku jadi ingat teman-teman kantorku. Kemarin dan kemarin lusa raut wajah mereka juga beku. Lidah mereka juga menjulur panjang seperti menjilat. Wah, rupanya aku sudah ketinggalan tren.
“Saya sarankan bapak pakai yang ini saja. Topeng dua wajah. Satu tersenyum satu berwajah bengis. Ini alternatif pak. Orang-orang juga mengambil yang ini. Berikan topeng senyum untuk pimpinan Anda, berikan wajah bengis untuk bawahan Anda. Khasiatnya hampir sama pak. Cukup taktis buat cari wibawa.”
Aku jadi agak bingung. Beberapa teman kantorku juga mengenakan topeng ini. Malah ada yang punya dua, satu topeng dengan lidah menjulur menjilat dan satunya lagi topeng jenis terakhir.
“Kalau ibu-ibu suka yang ini, topeng cantik berbau wangi. Katanya bagus untuk menarik daya fantasi seksual lawan jenis. Pilihannya banyak lho, ada yang pink, ada yang hijau, ada yang biru. Yang merah yang paling galak daya magisnya pak. Sekelas pejabat bisa klepek-klepek…dapet deh proyek..”
Wow!
“Oh, iya, saya juga masih punya satu jenis topeng lagi pak. Sengaja saya simpan untuk orang-orang tertentu. Topeng tikus. Anda akan bisa korupsi sewaktu-waktu. Anda akan kebal sindiran, dan yang pasti Anda licin juga. Tapi agak bau pak, khas bau tikus. Jika Anda teriak maling, mereka tidak tau kalau Andalah maling sebenarnya. Pilih mana pak?”
“Harganya?”
“Murah pak. Semua sedang diskon. Cukup membayar 1000 rupiah saja dan Anda bawa pulang topengnya.”
“Maaf, Saya sedang tidak punya uang. Saya baru saja diskorsing tanpa tahu apa kesalahan saya. Mungkin besok saya sudah dipecat. Maaf,..”
Dan benar saja, sehari setelahnya, alias hari ini, aku mendapatkan surat pemecatanku. Alasannya sungguh klise : hanya aku sendiri di kantor yang tak mau mengenakan topeng. Padahal akan ada pesta topeng. Ya sudah.
Aku berjalan lagi di sepanjang trotoar. Kutemui pramuniaga kemarin. Mau iseng beli topeng dengan uang pesangonku.
“Maaf pak, topeng sudah habis ludes sejak tadi pagi. Sekarang Kami menjual item lain. Ini barang langka pak. Tapi maaf harganya selangit. Mungkin presiden pun tak mampu membeli.”
“Barang apa mbak?”
“baju HATI NURANI….”
Patua, Medio Januari 2007
Danu Wiratmoko

Tidak ada komentar: