Kita sedang bicara tentang kita.
Sekarang coba kau raba detak waktumu, disana ada bermacam kerinduan yang kupadankan dengan ekspresi setulus hati. Ada rindu bertabur perih yang dalam. Ada rindu dengan selendang asa yang menari indah. Ada rindu yang melekat pada hasrat bertemu…Tidakkah kau rasakan pula dalam hatimu, apa yang telah kupanahkan itu? Bukankah sembilu juga tengah menyayatmu?
Kita berada dalam jarak dan waktu yang disusun takdir. Maka jika kau harus menangis, biarlah leleh air mencari jalan di wajahmu. Rasakan saja getar jiwamu terus membelenggu. Rasakan terus impian-impian kita meski tak kunjung nyata. Peluklah angin karena nafasku terhembus di sana.
Kekasih hati sumber inspirasi. Meski kota ini tak memberi senyawa yang sempurna, aku harus menikmatinya sepanjang hari. Mengunyah kegundahan yang semakin menggerogoti keletihan otak. Menyaksikan kisah-kisah kehidupan seperti bioskop di depan mata, tetapi bukan empat dimensi sehingga tak mungkin ku berkerumun di dalamnya.
Tetapi, jika kau ingin menangis, jangan menangisi aku. Menangislah jika kau rindu. Tangismu itu adalah doa kepada Tuhan agar kita dipertemukan. Segera. Hikmatlah, karena keyakinan yang tajam membawa kita ke padang pencerahan. Dia akan menjawab semuanya. Menjawab kerinduanmu. Menjawab pintamu. Dan Tangan-tangan gaib akan mendendangkan lagu beriring rebana kasih di telingaku. Lewat angin kudengar cinta memanggil. Kuhirup bening suaramu, dan celoteh riang anak kita.
Oh ya, apa kabar dia? Masihkah begitu ceria dengan buah tangan yang kubawakan kemarin dulu? Dia adalah belahan jiwa yang menyengatku dengan semangat sangat. Setiap detik, hangat peluknya terasa menyelimuti kesendirian jiwaku. Aku menjadi tak kedinginan lagi. Meski, tentu saja, pisau berkarat tetap menancap-nancap ulu hati.
Biarkan anak kita tumbuh kembang seperti adanya. Mencoba mencari arti cinta dan pengkhianatan secara bijak. Jadilah markanya, tetapi tak mesti harus tunjukkan tujuan. Kasih sayang kita adalah baju yang akan terus dia kenakan sepanjang hayat. Jangan kekang dia dengan alasan apapun, karena dia akan banyak menduga bahwa kasih sayang yang kita berikan meminta imbalan. Dia adalah bidadari kecil yang sedang mencoba kepakkan sayap. Penuhi dia dengan ilmu pengetahuan semesta raya, dan janganlah lagi khawatir dia akan melupakan kita. Kita tak akan terlupakan, karena darah kita berdua telah menjadi buluh nadi yang memberinya hidup.
Pujaan hati, aku berharap kau tetap menjadi pelita bagi sekitarmu. Bagikan mimpi dan imajinasimu tentang surga. Ingatkan aku tentang saat-saat berdua, mengaitkan jemari menangkap redup surya di langit senja. Kita selalu membayangkan betapa mesra lukisan langit jingga itu sebagai kado kelahiran anak kita.
Istriku terkasih. Kini sebuah misteri sedang kita coba temukan jawabnya. Aku ingin kau bertahan seperti ini. Menjadi istri perindu tetapi tetap sekuat gunung. Kelak di ujung jalan, aku akan menjemputmu seperti apapun yang pernah kita bayangkan.
Patua, medio September-oktober 2006
Danu Wiratmoko
Tidak ada komentar:
Posting Komentar